BAB I
PENDAHULUAN
Dalam
tradisi pemikiran filsafat islam, etrupakan salah satu aspek yang paling
dominan. Tetapi tidak, sejak masuknya gelombang hallinisme dalam dunia
penikiran islam, etika telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
filsafat. Tokoh-tokoh filsafat dimasa adalah juga dikenal sebagai tokoh –tokoh
filsafat penggagas etika, seperti para aliran stoic (al-ruwwaiyah)
,phytagoras,galeneus,plato,socrates,dan Aristoteles sendiri bahkan tokoh-tokoh
filsafat neo-platonisme,seperti platonius dan porphius adaah sumber terpenting
dalam islam.
Diantara
para tokoh etika islam adalah filosof ibnu maskawaih, yang dalm dunia filsafat
islm dikenal sebagai guru ketiga setelah aristoteles,dan al-farabi dianggap
sebagai salah seoang tokoh filosof yang menggagas filsafat etika. Semangat dan
perhatianya yang begitu intens terhadap bidang ini, dimulai ketika ibnu
maskawaih menjabat sebagai pejabat pada pemerintahan Adlut Al-daulah di masa
kekuasaan bani Buaih.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PEMIKIRAN
FILSAFAT ETIKA IBNU MASKAWAIH
- Biografi Ibnu Maskawaih
Maskawaih
adalah seorang filosof muslim yang memusatkan perhatiannya pada etika islam.
Meskipun sebenarnya iapun seorang sejarahwan, tabib, ilmuwan, dan sastrawan. Ia
banyak mengetahui tentang kebudayaan Romawi, Persia, dan India. Disamping
pengetahuannya tentang filsafat Yunani.
Nama
lengkapnya adalah Abu Ali-khasim Ahmad bin Ya’qub bin Maskawaih, sebutan
namanya yang lebih masyhur adalah Maskawaih atau Ibnu Maskawaih. Nama itu
diambil dari nama kakeknya yang semula beragama majusi (Persia) kemudian masuk
islam, gelarnya adalah Abu Ali yang diperoleh dari sahabat Ali, yang bagi kaum
syiah dipandang sebagai yang berhak menggantikan nabi dalam kedudukannya
sebagai pemimpin umat islam sepeninggalnya. Gelar lain juga sering disebutkan
yaitu Al-Khazim yang berarti bendaharawan.
Maskawaih
dilahirkan di Pay (Teheran sekarang). Mengenai tahun kelahirannya, para penulis
menyebutkan berbeda-beda. M.M syarif menyebutkan tahun 320 H/932 M. Margoliauth
menyebutkan tahun 330 H/32 M. Abdul Aziz menyebutkan tahun 325 H. Sedang
wafatnya (semua sepakat) pada 9 Shafar 421 H/6 Februari 1030 M.
- Biografi Pendidikan Ibnu Maskawaih
Riwayat
pendidikan maskawaih tidak diketahui dengan jelas, Ahmad Amin memberikan
gambaran pendidikan anak pada zaman abbasiyah, bahwa pada umumnya anak-anak
bermula dengan belajar menulis, membaca al-quran, dasar-dasar bahasa arab, tata
bahasa arab (nahwu) dan ‘arudh (ilmu membaca dan membuat syair). Semua mata
pelajaran dasar tersebut diberikan di surau-surau, dikalangan keluarga yang
berada, dimana guru didatangkan ke rumahnya untuk memberikan les privat kepada
anak-anaknya. Perkembangan ilmu maskawaih diperoleh dengan jalan banyak membaca
buku, terutama disaat memperoleh kepercayaan menguasai perpustakaan Ibnu
al-amid.
Pengetahuan
maskawaih yang sangat menonjol dan hasil banyak membaca buku itu ialah tentang
sejarah, filsafat dan sastra. Hingga saat ini nama Maskawaih memperoleh sebutan
Bapak etika islam, karena maskawaih-lah yang mula-mula mengemukakan teori etika
dan sekaligus menulis buku tentang buku etika.
Adapun
karya-karya maskawaih yang dapat terekam oleh para penulis (sejarahwan)
diantaranya adalah sebagai berikut:
- Kitab Al-Fauz Al-Ashghar, tentang ketuhanan, jiwa dan kenabian (metafisika).
- Kitab Al-Fauz Al-akbar, tentang etika.
- Kitab Tabarat Al-Nats, tentang etika.
- Kitab Tabzib Al-akhlaq wa That_hir Al-Araq, tentang etika.
- Kitab Tartib As-sa’adah, tentang etika dan politik terutama mengenai pemerintahan Bani Abbas dan Bani Buwaih.
- Unsur-unsur Etika
Teori etika maskawaih bersumber pada
filsafat Yunani, peradaban Persia, ajaran syariat dan pengalaman pribadi. Teori
etika maskawaih juga dipengaruhi oleh Plato dan Aristoteles. Dalam hal ini
maskawaih hanya berusaha mempertemukan ajaran syariat islam dengan teori-teori
etika dan filsafat. Misalnya, tentang argument Aristoteles, sedang tentang
keutamaan jiwa adalah bersatu dengan akal aktif yang selanjutnya meningkat
terus hingga bersatu dengan akal aktif yang selanjutnya meningkat terus hingga
bersatu dengan tuhan yang diambil dari Plato.
- Pengertian Akhlak
Ibnu
Maskawaih dalam konstruksi pemikiran filsafat etikanya sangat khas, yang
melandasi konsepnya tentang bagaimana mendidik manusia. Bertolak dari
pandangannya bahwa watak dan karakter manusia dapat berubah karena
pengaruh-pengaruh dan factor-faktor eksternal, misalnya lingkungan yang
mengitarinya atau pola-pola pendidikan yang diperolehnya.
Kata akhlaq
adalah bentuk jamak dari kata khuluq. Maskawaih memberikan pengertian khuluq
sebagai berikut:
Khuluq
adalah : peri keadaan jiwa yang mendorongnya untuk melakukan
perbuatan-perbuatan tanpa dikpikirkan dan diperhitungkan sebelumnya.
Dengan kata
lain, khuluq adalah peri keadaan jiwa yang mendorong timbulnya
perbuatan-perbuatan secara spontan. Peri keadaan jiwa itu dapat merupakan
fitrah sejak kecil, dan dapat pula merupakan hasil latihan membiasakan diri.
Kesimpulannya bahwa peri keadaan jiwa yang mendorong manusia untuk melakukan
perbuatan-perbuatan secara spontan itu dapat selamanya merupakan pembawan fitrah
sejak lahir, tetapi dapat juga diperoleh dengan jalan latihan-latihan
membiasakan diri, hingga menjadi sifat kejiwaan yang dapat melahirkan perbuatan
baik. Dengan kata lain, manusia dapat berusaha mengubah watak kejiwaan
pembawaan fitrahnya yang tidak baik menjadi baik. Manusia dapat mempunyai
khuluq yang bermacam-macam baik secara cepat maupun lambat. Hal ini dapat
dibuktikan pada perubahan-perubahan yang dialami anak dalam masa pertumbuhannya
dari satu keadaan kepada keadaan lain sesuai dengan lingkungan yang
mengelilinginya dan macam pendidikan yang diperolehnya.
Maskawaih
menetapkan kemungkinan manusia mengalami perubahan-perbahan khuluq, dan dari
segi inilah maka diperlukan adanya aturan-aturan syariat, diperlukan adanya
nasihat-nasihat dan berbagai macam ajaran tentang adab sopan santun. Adanya itu
semua memungkinkan semua manusia dengan akalnya untuk memilih dan membedakan
mana yang seharusya dilakukan dan mana yang seharusnya ditinggalkan. Dari sini
pula maskawaih memandang penting arti pendidikan dan lingkungan bagi manusia
dalam hubungannya dengan pembinaan akhlaq.
Berdasarkan
ide diatas secara tidak langsung ibnu maskawaih menolak pandangan orang-orang
Yunani yang menatakan bahwa tidak dapat berubah. Bagi ibnu maskawaih yang
tercela bias berubah menjadi akhlak yang terpuji dengan jalan pendidika dan
latihan-latihan. Pemikiran seperti ini jelas sejalan dengan ajaran islam karena
kandungan ajaran islam secra eksplisit telah mengisyaratkan kerah ini dan pada
hakikatnya syariat agam bertujuan mengokohkan dan memperbaiki akhlak manusia.
Kebenaran ini jelas tidak bisa dibantah, sedangkan akhlak atau sifat bintang
saja bisa berubah dari liar menjadi jinak, apalagi akhlak manusia.
- Mahabbah (Cinta)
Maskawaih
memberikan perhatian khusus kepda cinta sebagai salah satu unsur etika. Cinta
menurutnya ada dua macam yaitu, cinta kepada Allah dan cinta kepada manusia
terutama seorang murid kepada gurunya. Cinta yang tinggi nilainya adalah cinta
kepada Allah, tetapi cinta tipe ini hanya dapat dicapai oleh sedikit orang.
Cinta kepada sesama manusia ada persamaan antara cinta anak kepada orang tua
dan cinta murid kepada guru, tetapi cinta murid kepda guru dipandang lebih
mulia dan lebih berperan. Guru dalah bapak rohani bagi murid-muridnya. Gurulah
yang mendidik murid-muridnya untuk dapat memiliki keutaman yang sempurna.
Kemuliaan guru terhadap muridnya ibarat kemuliaan rohani terhadap jasmani.
Mahabbah
(Kecintaan) Allah kepada hamba yang mencintai-Nya itu selanjutnya dapat
mengambil bentuk iradah dan rahmah Allah yang diberikan kepada hamba-Nya dalam
bentuk pahala dan nikmat yang melimpah. Mahabbah berbeda dengan al-raghbah,
karena mahabbah adalah cinta yang tanpa dibarengi dengan harapan pada hal-hal
yang bersifat duniawi, sedangkan al-raghbah cinta yang disertai perasaan rakus,
keinginan yang kuat dan ingin mendapatkan sesuatu, walaupun harus mengorbankan
segalanya.
Objek cinta
ada dua yaitu, objek hewaniah dan objek spiritual. Objek hewaniah hanya
mengarahkan kepada kesenangan sesaat dan duniawiah saja, sementara objek
spiritual bersifat kebaikan yang berdimensi ilahiyah dan ilmiah.
- Pendidikan Akhlaq kepada Anak-anak
Maskawaih
juga menaruh perhatian besar terhadap pendidikan akhlaq pada anak-anak. Beliau
mengatakan bahwa kejiwaan anak-anak adalah mata rantai antara jiwa binatang dan
jiwa manusia berakal. Pada jiwa anak-anak berakhirlah ufuk binatang dan
mulailah ufuk manusia. Jiwa anak-anak berkembang dari tingkat sederhana kepada
tingkat tingkat yang lebuh tinggi, semula tanpa ukuran, kemudian berkembanglah
padanya kekuatan perasaan nikmat dan sakit, kemudian timbl pula kekuatan yang
lebih kuat, yaitu kekuatan syahwat yang sering disebut dengan nafsu
kebinatangan (bahimiyah). Dalam perkembangan berikutnya timbul pula kekuatan
sabu’iyah dan ghadhabiyah. Akhirnya dalam perkembangan berikutnya lahir pula
kekuatan berfikir, atau jiwa cerdas, yang ditandai dengan timbulnya rasa malu
pada anak-anak. Pada tahapan ini, anak-anak dapat merasakan mana yang baik dan
mana yang buruk. Pada saat inilah paling tepat pendidikan keutamaan mulai
ditnamkan pada anak-anak.
Kehidupan
utama pada anak-anak memerlukan dua syarat, syarat kejiwaan dan syarat social.
Syarat pertama tersimpul dalam menumbuhkan watak cinta kepada kebaikan, yang
dapat dilakukan dengan mudah pada anak-anak yang berbakat baik, dan dapat
dilatih dengan membiasakan diri pada anak-anak yang tidak berbakat untuk
cenderung pad kebaikan. Syarat kedua dapat dicapai dengan memilihkan
teman-teman yang baik, menjauhkan dari pergaulan dari teman-temannya yang
berprangai buruk.
Nilai-nilai
keutamaan pada anak-anak yang harus menjadi perhatian adalah yang mencakup
aspek jasmani dan rohaninya. Mengenai keutamaan jasmani harus diperhatikan
makanannya, kegiatan-kegiatannya dan istirahatnya.
Nilai-nilai
keutamaan rohani perlu mendapat keutamaan ekstra. Mula-mula harus ditumbuhkan
rasa cinta kepada kehormatan, percaya pada diri sendiri dan memprcedas diri
dengan banyak hafalan cerita-cerita yang baik dan puisi-puisi yang dapat
memotivasi menuju hidup utama. Anak-anak harus dijauhkan dari bacaan-bacaan
yang dekstruktif bagi perkembangan jiwanya. Maskawaih juga memandng diam, tidak
banyak bicara pada anak suatu hal yang positif, dan supaya snantiasa dijauhkan
dari kebiasaan berkata kotor atau tidak pantas.
Keutamaan-keutamaan
dalam pergaulan bersama anak-anak yang harus ditanamkan ialah kejujuran, agar
tidak mempunyai kebiasan yang berdusta, tidak mempunyai permintaan yng
berlebihan, pemurah suka mengalahkan diri sendiri untuk mengutamakan kepentingan
orang lain yang lebih mendesak dan yng terakhir adalah hendanknya ditanamkan
rasa wajib taat, yang diharapkan melahirkan rasa wajib hormat kepada orang
lain, terutama kepda kedua orang tua dan para gurunya. Menanamkan rasa wajib
taat seperti itu akan berpengaruh positif pada anak-anak. Dengan demikian
anak-anak akan terbiasa menahan diri, menjauhkan diri dari
kenikmatan-kenikmatan hidup yang buruk, suka mendengrkan nasihat, rajin
belajar, dan menghormati ajaran syariat yang dititihkan Allah.
BAB III
PENUTUP
Dari uraian
di atas dapat disimpulkan bahwa Maskawaih adalah filosof besar dalam islam.
Tetapi kefilosofannya tidak diraih melalui jalur pendidikan formal, melainkan
dengan otodidak. Dialah contoh seorang otodidak sukses dan sejati.
Dan perlu
dicatat di sini bahwa pengaruh filsafat yunani sangat besar merusak dalam
pikirannya sehingga berkesan menomerduakan ajaran-ajaran agama.
Filsafat
yunani mendapat porsi yang lebih besar dibanding porsi agama. Misalnya ketika
menyebut tentang keutamaan-keutamaan moral, bukan menonjolkan nilai-nilai
akhlak islam tetapi justru mengadopsi konsep plato, aristoteles, dan Galen.
Namun
demikian maskawaih memiliki nilai plus dibandingkan filosof lainnya, terutama
sekali dalam membahasnya tentang urgensi kenabian dan urgensi ditanamkannya
endidikn agama terhadap anak-anak, nilai turunnya peradaban, bangsa-bangsa dan
Negara-negara.
Untuk itu
ahli sejarah harus menjaga diri terhadap kecenderungan mencampuradukan
kenyataan dan rekaan atau kejadian-kejadian palsu.ia bukan saja harus factual,
tetapi juga harus kritis dalam mengumpulkan data.
DAFTAR
PUSTAKA
Mustafa.1997. Filsafat Islam.
Bandung: CV. Pustaka Setia.
Al Jauhari,
Imam Khanafie.2006. Filsafat Islam. Yogyakarta: Gama Media.
Masruri, M.
Hadi. 2009. Pendidikan Islam Dari Paradigma Klasik Hingga kontemporer.
Malang: UIN Malang Press.
Nata,
Abuddin. 2006. Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Zar,
Sirajuddin. 2004. Filsafat Islam. Jakarta:PT RajaGrafindo Persada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar